Senin, 12 Juli 2010

Jepang dan Ikan Ramah Lingkungan

Satu miliar orang tergantung pada konsumsi ikan, sementara 200 juta orang menggantungkan diri pada pekerjaan menangkap ikan.

Namun lautan di dunia kini mendapat tekanan besar dan banyak pihak khawatir pasok ikan akan habis.

Peristiwa yang terjadi di tempat penangkapan ikan Grand Banks, di lepas pantai timur Kanada, menjadi contoh muramnya dunia perikanan.

Seelama berabad-abad puluhan ton ikan cod diambil setiap tahun dari lokasi tersebut.

Tetapi di awal tahun 1990an, populasi salah satu ikan yang paling banyak di dunia ini berkurang tajam, sehingga diterapkan moratorium penangkapan ikan ini.

"Empat puluh ribu nelayan kehilangan sumber mata pencaharian," ujar Rupert Howes, kepala Dewan Pengawas Kelautan, MSC. "Ini merupakan peringatan."

Dalam lima puluh tahun terakhir, jumlah ikan yang ditangkap di seluruh dunia meningkat lima kali lipat. Manusia dulu berpikir lautan tidak memiliki batas; sekarang kita semua tahu anggapan itu tidak benar.

MSC didirikan 10 tahun lalu untuk membantu mengubah sektor penangkapan ikan. Satu kemitraan antara dunia usaha, ilmuwan dan pegiat lingkungan yang memberi sertifikat pada makanan laut yang ditangkap dengan cara berkelanjutan.

Saat ini, 10 persen makanan laut mendapat sertifikat itu dari MSC. Kini badan tersebut bergerak masuk ke salah satu pasar terbesar dan paling sulit: Jepang.

Kekuatan pasar

Meski penduduk Jepang hanya 2% dari populasi dunia, masyarakat negara ini mengkonsumsi 10% produk ikan dunia. Mengkonsumsi ikan merupakan satu obsesi nasional di sana.

IKAN RAMAH LINGKUNGAN

  • Produk laut bersertifikat ramah lingkungan dari MSC: 63
  • Sertifikat MSC atau sedang dalam proses: 10% produk laut
  • Produk bersertifikat MSC ada di 41 netara
  • Lambang MSC diletakkan di 2.500 produk

Di pasar Tsukiji, Tokyo -pasar ikan terbesar di dunia- lebih dari 400 jenis makanan laut, mulai dari belut hingga ikan tuna seberat 200 kilo, diperdagangkan.

Sebelum Perang Dunia II, sebagian besar ikan di Jepang berasal dari perairan setempat. Namun kini, karena pasok berkurang, 40% ikan di negara itu diimpor.

Jika pasar ini ingin bertahan lama, seluruh ikan yang diperdagangkan harus mempergunakan metode penangkapan berkelanjutan.

Dan hal itu tidak akan terjadi kecuali para konsumen mengerti pentingnya ikan bersertifikat MSC.

Namun hanya sedikit warga Jepang yang tahu mengenai MSC.

"Apakah itu untuk melindungi ikan paus?" tanya seorang wanita.

"Saya hanya pernah mendengar namanya," ujar seorang warga lain. "Saya tidak tahu tugasnya."

Tradisi lebih penting

Jalan keluarnya bisa tergantung pada satu pelabuhan kecil bernama Yaizu. Di sini, sejumlah nelayan masih mempergunakan metode kail dan benang untuk menangkap ikan tuna, bukan mempergunakan jala.

Agar di masa depan kita akan memiliki pasok makanan laut yang luar biasa agar generasi yang akan datang bisa menikmatinya

Rupert Howes, MSC

Metode ini lebih bagus karena ikan kecil yang masih muda yang belum melakukan reproduksi bisa dibuang kembali ke dalam laut.

Namun tidak lebih dari 30% ikan di Yaizu ditangkap dengan cara itu.

Hiroyuki Myojin, presiden pabrik pemroses ikan setempat, bertekad mengubahnya.

Ambisinya adalah membuat perusahaanya mendapat sertifikat MSC, bukan hanya untuk memastikan masa depan perusahaan itu tetapi juga sebagai alat pemasaran.

Dia hanya membeli ikan yang ditangkap dengan kail dan benang. Tetapi untuk mendapat sertifikat bukan hal mudah. Untuk bisa sukses, bukan hanya ikannya yang mendapat sertifikat tetapi seluruh rantai pasoknya.

Setiap tingkat diperiksa, dari nelayan hingga proses di pabrik, distributor sampai ke penjual eceran, baik berupa pasar swalayan atau restoran.

Dan proses ini akan memakan waktu berbulan-bulan.

"Kalau diberi pilihan," ujarnya, "99% konsumen Jepang akan memilih ikan tuna yang ditangkap dengan kail dan benang. Sayangnya, logo MSC yang memastikan bahwa ikan mengikuti metode penangkapan berkelanjutan tidak diketahui secara luas oleh konsumen Jepan."

Dan ini masalahnya. Tanpa kesadaran konsumen, tidak ada insentif bagi nelayan untuk meluangkan waktu atau melakukan investasi agar bisa mendapat sertifikat MSC.

Meningkatkan pengenalan

Untuk mengatasi hal itu, MSC kini membentuk aliansi dengan pedagang eceran besar untuk memasarkan keuntungan mengkonsumsi ikan yang ditangkap dengan metode berkelanjutan.

PERDAGANGAN IKAN

  • Antara 90 dan 93 juta ton ikan ditangkap per tahun
  • Nilai ekspor perdagangan ikan dunia tahun 2003: US$63 miliar
  • Seperempat pasok ikan dunia ditangkap berlebihan, berkurang atau dalam proses perbaikan

Dalam satu pameran lingkungan di Tokyo, Rupert Howes dari MSC dengan bangga memperlihatkan hasil perencanaan selama berbulan-bulan itu.

Aeon, jaringan pasar swalayan terbesar di Jepang dengan 1.200 toko, menyediakan sepertiga dari ruang pamerannya untuk memajang sertifikat yang diperoleh dari MSC.

"Di Jepang, kami melihat pertumbuhan pesat dalam produk yang mendapat label MSC dari tidak ada tiga tahun lalu menjadi 160 produk saat ini," ujar Rupert.

"Aeon memiliki 20 produk dengan sertifikat itu."

Saat ini 8% konsumen Jepang mengenal lambang MSC. Untuk meningkatkan jumlah itu MSC telah membuat beberapa perubahan.

Logo baru itu kini memuat simbol ikan yang berarti "Makanan laut berkelanjutan dan bersertifikat".

Dan kalimat ini diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang di setiap pasar yang menjualnya.

Impian terwujud

Setelah enam bulan, di Yaizu, Hiroyuki Myojin pun mendapatkan impiannya. Pabriknya baru saja mendapat sertifikat MS

Myojin sendiri mengaku langkah itu tidak hanya baik untuk ikan, tetapi sangat baik pengaruhnya pada bisnis.

"Tiga puluh perusahaan luar negeri menghubungi kami," ujarnya. "Jadi saat ini kami sedang mempelajari untuk berbisnis dengan mereka."

Selama beratus-ratus tahun ikan merupakan faktor dasar bagi kehidupan di Jepang.

Myojin mengundang Rupert Howes untuk menemaninya ke Kuil Shinto berusia 2 ribu tahun. Kuil ini dibangun untuk pertanian dan perikanan dan menjadi tempat bagi warga untuk berdoa agar mendapatkan hasil panen luar biasa dan tangkapan besar dan juga keselamatan para nelayan.

Rupert pun berdoa. "Doa saya adalah untuk lautan dunia," ujarnya, "dan harapan bahwa satu hari nanti MSC bisa mewujudkan misinya.

"Dan agar di masa depan kita akan memiliki pasok makanan laut yang luar biasa agar generasi yang akan datang bisa menikmatinya."


Dikutip: BBC News Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar